Header Ads Widget

Belajar Terus Seterusnya Pembelajar

Resensi Buku 'Aksi Literasi Guru Masa Kini'

Identitas Buku

  • Judul Buku: Aksi Literasi Guru Masa Kini
  • Penulis: Raimundus Brian Prasetyawan
  • Penyunting: Pria Sahuri
  • Desain Sampul: Hanipempengco
  • Desain Isi: Lelono Broto
  • Penerbit: Gemala, Depok
  • Tahun Terbit: 2020
  • Jumlah Halaman: 94 halaman
  • Cetakan Ke-: 4, Juli 2020
Identitas Buku

Sinopsis

Memuat cerita aksi literasi penulis di sekolah. Berbagai kendala dihadapi saat hendak mengeksekusi ide terkait gerakan literasi. Dengan ketekunan dan kekuatan hati, tantangan dan hambatan dapat diatasi. Pengalaman selama menjalankan aksi literasi di sekolah terangkum dalam 19 kisah pendek dengan gaya penulisan ringan. Banyak keberhasilan dicapai. Pun perbaikan dari beberapa kegagalan saat uji coba. Tidak terkecuali pemikiran dan opini terkait aksi literasi di sekolah. Semua tersaji secara menyentuh dengan gaya bahasa kekinian.

Kelebihan

Buku setebal 94 halaman ini ibarat camilan sarat nutrisi. Dinikmati pelan-pelan, tanpa terasa tahu-tahu habis. Yang tersisa hanya gambaran aksi literasi yang inspiratif. Layak ditiru dan diterapkan di lingkungan sekolah lainnya. Bukan satu-satunya memang, tetapi tetap saja salah satu kelebihan isi yang patut diacungi jempol. Sebuah keberanian berbagi pengalaman untuk menginspirasi yang lain. Tujuannya agar sekolah lain bisa, bahkan lebih baik dalam melaksanakan aksi literasi. Sebuah ide tulisan yang inspiratif.

Kelebihan lain buku ini adalah sampul yang eye catching. Warna putih polos sebagai latar adalah kekuatan yang menonjolkan judul buku. Ilustrasi sampul yang simpel menjadikan buku enak dipandang dan menggoda untuk segera dilahap. Memang sekilas terlihat sederhana, tetapi kenyataan sebenarnya justru itu yang membuatnya terlihat anggun dan memesona.

Sampul Buku (Dok. Pribadi)

Selain isi yang inspiratif dan sampul yang cantik, kelebihan buku ini terletak pada gaya penulisan. Sebagai penulis yang sudah banyak menerbitkan buku, saya mengakui penulis memiliki kelebihan dalam menyesuaikan gaya penulisan dengan tema yang diangkat. Menurut saya gaya penulisan dalam buku ini pas dengan kisah dan pengalaman yang ingin dibagikan, yaitu kekinian. Pemakaian gaya bahasa yang ringan, membuat pembaca mudah mengambil inti sari tulisan.

Kekurangan

Tidak akan pernah ada kelebihan jika tanpa kekurangan. Pun dengan buku ini. Kekurangan buku ini terletak pada ketebalannya. Di satu sisi buku ini memang praktis dibawa ke mana-mana. Namun, di sisi lain dengan hanya 94 halaman yang terbagi dalam banyak kisah membuat buku ini kurang bisa memberikan kesan mendalam setelah selesai membacanya. Sekaligus juga kurang bisa memberikan pengalaman membaca. Sayang jika isu seseksi literasi kurang bisa memancing gairah membaca lebih jauh dan dalam.

Selain itu, dalam buku ini terdapat beberapa kesalahan penulisan. Tragisnya kesalahan ini banyak terdapat pada halaman awal buku. Jika sekadar membaca cepat dengan menganggap tulisan dalam buku sebagai ragam nonformal karena merupakan kisah dan pengalaman pribadi, kesalahan-kesalahan tersebut memang tidak begitu terlihat dan rasanya sah-sah saja. Namun, jika membaca buku ini dengan cermat, kesalahan-kesalahan penulisan akan sangat jelas terlihat. Ini bukan perkara mencari-cari kesalahan dalam penulisan saat membaca. Namun, perihal menemukan kesalahan sebagai saran perbaikan.

Contoh Kesalahan Penulisan (Dok. Pribadi)

Saya pribadi dalam membaca memang menerapkan dua metode. Pertama saya membaca cepat untuk mendapatkan tambahan pengalaman dan juga menemukan inspirasi dari buku. Kedua adalah saya membaca cermat. Saat membaca cermat, saya selalu menyiapkan rasa curiga terhadap kata per kata. Jika kecurigaan itu muncul, saya bergegas membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Selain itu saya juga menyiapkan kamera HP. Saya biasa mengubah format buku tersebut menjadi gambar saat menemukan kesalahan penulisan.

Dari segi penyusunan bab, buku ini terlihat kedodoran atau kurang runut. Bukan perkara urutan waktu, tetapi meskipun berada dalam jalur yang sama terkait literasi, beberapa kisah tidak terkoneksi dengan baik. Ada celah/gap/lompatan yang lumayan jauh antara kisah yang satu dengan yang lainnya. Saya bahkan merasa seolah-olah buku ini ditulis oleh beberapa orang berbeda.

Terakhir, kekurangan buku ini terletak pada ilustrasi pembatas bab. Sejatinya ilustrasi ditambahkan untuk mempercantik buku secara visual. Namun, sayangnya tidak untuk buku ini. Menurut saya meskipun terlihat lebih cantik secara visual, tetapi ilustrasi pembatas ini tidak benar-benar mewakili tulisan. Bagi saya justru menganggu. Saat saya membaca kisah seorang pegiat literasi Indonesia, tetapi yang terlihat di ilustrasi pembatas bab justru orang luar negeri. Seketika imajinasi yang ada di kepala saya tentang anak negeri yang berjuang di bidang literasi memudar.

Ilustrasi Pembatas Bab (Dok. Pribadi)

Saran

Berdasarkan uraian kelebihan dan kekurangan tersebut, ada beberapa saran perbaikan untuk cetakan selanjutnya.

Pertama, terkait ketebalan buku. Ke depannya, penulis bisa menambahkan narasi dalam setiap kisah. Narasi yang ditambahkan tentu tujuannya untuk menambah tebal buku. Sekaligus juga sebagai upaya menyentuh pembaca lebih lama agar nilai-nilai yang ingin disampaikan bisa tepat sasaran.

Kedua, terkait kesalahan penulisan. Dalam segi ini, penulis punya banyak pekerjaan untuk perbaikan. Terutama terkait dengan pemakaian kata baku dan penggunaan kata cetak miring. Keterampilan swasunting menjadi hal yang sangat penting sebelum buku naik cetak.

Ketiga, erat kaitannya dengan ilustrasi pembatas bab. Sebaiknya ilustrasi pembatas bab menggunakan dokumentasi pribadi terkait kisah yang dituliskan dalam bab tersebut. Hal ini secara otomatis akan membuat pembaca memperoleh tambahan pemahaman isi dari ilustrasi yang digunakan di awal bab.

Keempat, terkait gap/lompatan antara beberapa kisah satu dengan lainnya. Hal ini bisa sisiasati dengan mencantumkan sedikit bagian sebelumnya ke bagian berikutnya. Asal ada sedikit saja penjelasan dari bagian sebelumnya, maka perkara gap/lompatan akan selesai. Atau jika memang tidak mau direpotkan dengan urusan gap/lompatan, bisa disiasati dengan mencantumkan kata ‘Kumpulan’ di bagian sampul dalam atau tersurat di bagian pengantar. Jika sudah ada kata ‘Kumpulan’, otomatis pembaca seperti saya tidak akan lagi ‘mencari-cari’ gap/lompatan antarkisah.

Rekomendasi

Terlepas dari kekurangan yang menyertainya, buku inspiratif seperti ini sangat dibutuhkan untuk menggugah kesadaran pendidik dalam melakukan aksi literasi di sekolah masing-masing. Bagi pendidik memiliki buku ini akan mampu menambah wawasan tentang banyak cara kreatif bisa dilakukan untuk menggalakkan literasi sekolah.

Selain bagi pendidik, buku ini juga cocok dibaca oleh peserta didik di semua tingkat Pendidikan. Di tingkat dasar dan menengah, buku ini akan memberikan gambaran tentang aksi literasi yang dapat mereka lakukan. Bukan saja sebagai objek literasi, tetapi juga subjek. Sedangkan bagi peserta didik tingkat mahasiswa, terutama jurusan kependidikan, buku ini sangat menginspirasi dalam hal merancang kegiatan saat Praktik Kerja Lapangan (PKL) maupun Kuliah Kerja Nyata (KKN). Hanya jika keduanya telah kembali dicanangkan setelah berakhirnya pandemi.

Akhir kata, selamat membaca Aksi Literasi Guru Masa Kini. Kemudian setelahnya bersiaplah untuk terinspirasi menjadi pejuang literasi!

Mataram, 25 Desember 2020

Ditulis sebagai apresiasi dan ucapan terima kasih atas hadiah buku dalam program #KamisMenulis yang digagas oleh Komunitas Lagerunal.

Posting Komentar

0 Komentar