Header Ads Widget

Belajar Terus Seterusnya Pembelajar

Squid Game Ala Bapak dan Opin

“Bapak main Squid Game ayok!” kata Opin setelah dia tiba di dekat berugak.

Aku yang akhirnya berhasil menyusulnya bergegas menjawab, “Tapi, kan, kita lagi di rumah orang, Mas. Lihat tuh masih rame orang-orang di undangan.”

Opin menyipitkan matanya. Sepasang tangannya bersedekap. Ke arahku dia menunggu persetujuan.

Aku tetap tidak mau mengalah. Bagaimana mungkin mau bermain-main di tempat acara maulidan? Aku tidak kehilangan akal. Aku coba memeluk tubuh kurus bocah 4,5 tahun itu.

“Main squid game-nya nanti di rumah saja, ya? Kan luas tuh jalan depan rumah. Gimana?” tanyaku sambil mengedipkan mata.

Dia belum menyerah dengan keinginannya. Masih dalam posisi yang sama, dia berkata, “Tapi Opin bosen ini!”

Demi mendengar jawabannya aku pun mengalah. Tentu bukan tanpa alasan. Aku telah menemukan strategi agar dia merasakan pengalaman bermain yang bermakna. Sedikit bergegas aku mengambil posisi di salah satu tiang berugak. Dari arah gazebo khas Lombok itu, aku pun mulai merapalkan mantra.

“Mugunghwa kochi pieotsumnida,” kataku sebelum memutar kepala ke arahnya yang sedang berlari.

Saat itu dia pun berhasil mencapai garis finis. Pada kesempatan lainnya, aku berhasil menembaknya. Demikian seterusnya hingga kedudukan Opin vs aku adalah 3 vs 1. Berawal dari sini, aku pun mulai menjalankan strategi.

Sambil tetap berdiri pada posisi salah satu tiang berugak, aku berkata, “Oke. Opin sudah menang tiga, bapak satu. Kalau Opin betul menjawab pertanyaannya, kita lanjut main-mainnya. Gimana?”

Sejenak dia menatap lekat ke arahku masih di posisinya semula. Dia pun merangkai tanya tentang kemungkinan jika dia salah menjawab. Aku pun mengutarakan bahwa permainan selesai jika dia salah menjawab. Dengan tegas, dia pun menjawab, “Oke, Bapak!”

Mendapat persetujuan darinya seolah ada harapan strategi belajar akan berhasil. Benar saja. Tanpa membuang waktu, aku pun menyusun pertanyaan.

“Opin menang tiga, Bapak menang satu. Berapakah tiga tambah satu?” tanyaku sambil menunjukkan jari tangan sesuai pertanyaan.

Dengan cepat dia pun menjawab, “Empat!”

Aku mengapresiasi jawabannya dengan mengangkat jempol. Tanpa memedulikan tatapan berpasang-pasang mata, aku dan Opin meneruskan permainan. Permainan mengalami jeda ketika Opin kesulitan menjawab pertanyaan yang aku berikan.

“Opin menang sebelas, Bapak lima. Berapakah sebelas tambah lima?”

Demi melihatnya, aku pun berusaha memberikan pernyataan pemicu.

“Sebelas di kepala, lima di tangan,” kataku sambil menunjukkan lima jari tangan.

Perlahan dia pun mulai menghitung sambil menutup jari tanganku yang terbuka satu per satu, “Dua belas, tiga belas, empat belas, lima belas, enam belas. Enam belas!”

Mendengar jawabannya aku memberikan penegasan kembali, “Jadi, sebelas ditambah lima sama dengan?”

“Enam belas!” soraknya sambil melompat.

Hingga akhirnya squid game pun berhenti ketika mamak Opin datang dan mengajak pulang. Kami bertiga pun berpamitan kepada tuan rumah dan beberapa teman sekolah yang juga hadir di sana.

Posting Komentar

0 Komentar