Header Ads Widget

Belajar Terus Seterusnya Pembelajar

#AprilChallengeLagerunal - Hidup, Hirup, Hibuk

Hidup

Menghasilkan karya yang hidup adalah harapan hampir setiap penulis. Karya yang hidup seorang penulis bisa berarti karyanya abadi selepas penulis pergi. Namun, bisa juga berarti tulisan itu sendiri yang memiliki ‘nyawa’ sehingga terasa hidup saat membacanya. Sebuah tantangan yang membutuhkan usaha keras untuk bisa mewujudkannya.

Membuat karya tetap hidup bisa dengan cara menerbitkan buku. Lalu, bagaimana dengan menghidupkan tulisan? Membuat tulisan hidup berlaku untuk nonfiksi maupun fiksi. Perbedaan keduanya terletak pada jalan yang harus ditempuh. Pada tulisan nonfiksi standar tulisan hidup adalah keterbatasan. Dalam artian tulisan tersebut enak dibaca. Selain itu, juga bisa membawa pembaca ke dalam tulisan. Kepiawaian bisa lahir jika hanya ada upaya melatihnya.

Demikian halnya dengan tulisan fiksi. Memberi nyawa pada tulisan fiksi memiliki tantangan yang lebih berat. Sebagai bentuk tulisan yang menggunakan imajinasi sebagai dasar, penulis harus bisa menjadikannya seolah-olah nyata. Seorang penulis fiksi bisa menyiasati dengan penggambaran latar dan juga dialog.

Bagaimana menulis dialog yang hidup? Teknik dasarnya adalah menambahkan aktivitas pada tokoh yang sedang berdialog. Mengapa? Hal ini karena pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari saat berdialog dengan orang lain kita juga melakukan aktivitas lainnya. Aktivitas di sini tidak hanya tentang aktivitas secara sadar maupun tidak.

Aktivitas secara sadar misalnya berbicara sambil menggerakkan anggota tubuh. Sedangkan secara tidak sadar misalnya gerak refleks. Penulis perlu menambahkan hal tersebut pada dialog. Tujuannya selain agar tidak monoton juga untuk memberikan kesan hidup pada tulisan. Banyak membaca tulisan fiksi adalah salah satu cara untuk mendalaminya.

Hirup

Apa kaitan hirup dengan menulis? Banyak. Menghirup udara di sekitar bisa menjadi sumber ide yang luar biasa. Dengan menghirup penulis bisa membuat tulisan fiksi lebih hidup. Benarkah demikian? Mari kita buktikan.

  1. “Aku tidak kuat lagi.”
  2. “Aku tidak kuat lagi,” kata Yusni lirih sambil berusaha keras menghirup udara.

Dari kedua dialog tersebut di atas, pasti kita akan dengan mudah menemukan dialog yang lebih hidup. Setidaknya ini membuktikan bahwa hirup pun berkaitan dengan upaya menghidupkan tulisan.

Hibuk

Lantas apa kaitannya hibuk dengan menulis? Kaitannya erat sekali. Kehibukan seringkali menjadi kambing hitam dari sebuah kemalasan menulis. Padahal sejatinya kehibukan bisa menjadi sumber ide yang luar biasa banyaknya. Kita bisa menuliskan setiap aktivitas yang kita lakukan. Iya, kan?

Kita bisa memilih dan memilah kehibukan mana yang akan kita tulis. Dari sekian banyak aktivitas dalam hidup dan kehidupan akan semakin banyak pilihan. Bagaimanapun juga hidup pun tentang kehibukan. Masing-masing memiliki kehibukan yang berbeda-beda. Sebagai sesuatu yang berbeda, bisa saja kita menyamakannya, yaitu dengan menuliskannya.

Dalam hidup, hibuk adalah warna, hiruplah masing-masing aromanya hingga menjadi sebuah jalinan cerita.

Salam Bloger Pembelajar

Sudomo
www.eigendomo.com

Posting Komentar

0 Komentar