Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam sehat, Mas Menteri. Teriring doa semoga nikmat kesehatan dan kebahagiaan senantiasa menaungi kita semua.
Sebenarnya saya ingin menyampaikan hal ini langsung di hadapan Mas Menteri saat kunjungan ke Mataram besok (Rabu, 6 Oktober 2021). Namun, karena saya tidak terpilih menghadiri undangan tersebut, maka lewat surat inilah saya ingin menyampaikan curahan hati seorang Calon Guru Penggerak.
Lewat sepucuk surat ini, izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Sudomo, S.Pt. seorang Calon Guru Penggerak Angkatan 2 dari Kabupaten Lombok Barat yang telah mengabdikan ilmu di SMP Negeri 3 Lingsar sejak tahun 2006. Saya adalah seorang guru PNS yang tidak berhak menerima tunjangan profesi karena program studi S1 non kependidikan tidak linier dengan mata pelajaran yang saya ampu, yaitu IPA. Hal ini sesuai dengan UU Guru dan Dosen yang disahkan pada bulan Desember 2005, empat bulan sebelum saya ditetapkan sebagai Guru CPNS dari jalur umum pada bulan April 2006.
Sebenarnya ada jalan lain bagi saya untuk bisa memperoleh tunjangan profesi, yaitu mutasi ke SMA/SMK. Namun, saat ini saya sedang mengikuti Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan 2. Artinya jika nanti lulus, selama setidaknya 3,5 tahun saya tidak bisa mutasi. Lebih jauh lagi itu artinya kesempatan saya memperoleh sertifikat pendidik akan semakin jauh. Padahal 3,5 tahun lagi usia saya sudah 50 tahun. Jika pun bisa mutasi dan memperoleh sertifikat pendidik, maka kurang 10 tahun saja saya menikmati sertifikat pendidik. Sertifikat yang digadang-gadang menjadi jaminan profesionalisme seorang guru.
Jalan lain yang bisa saya tempuh adalah kuliah S1 jurusan pendidikan agar linier. Namun, kuliah membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Saya harus bisa membagi waktu menjadi seorang guru penggerak jika lulus nantinya dengan waktu untuk kuliah. Dua hal yang pastinya tidak akan mudah bagi saya. Ada kekhawatiran akan mengalami hambatan dalam melakukan gerakan perubahan di sekolah saya nantinya. Hambatan-hambatan yang justru bisa jadi akan mengecilkan peran saya sebagai agen perubahan. Tentu saya sangat tidak menginginkan hal ini terjadi. Banyak ide-ide yang harus saya implementasikan di sekolah.
Saya sadari mungkin saya satu-satunya di negeri ini yang memiliki nasib seperti ini. Berbeda dengan peserta PPPK yang jumlahnya ribuan di Indonesia, sehingga lebih diprioritaskan. Beda dengan saya, sehingga wajar rasanya jika saat ini saya juga harus ikut memperjuangkan nasib saya, meskipun sendirian. Bisa jadi karena memang selama ini saya yang kurang menyuarakan nasib saya, sehingga hampir tidak terdengar oleh pengambil kebijakan. Namun, meskipun demikian rasanya akan lebih adil jika saya juga memperoleh kesempatan yang sama dengan yang lainnya. Teman-teman peserta tes PPPK mendapat afirmasi untuk kelulusan, saya mendapat kesempatan dan kemudahan memperoleh sertifikat profesi pendidik.
Terlebih seperti yang pernah Mas Menteri sampaikan, bahwa PGP ini setara dengan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Artinya, bahwa yang lulus menjadi Guru Penggerak sama artinya telah memenuhi standar kualitas memperoleh sertifikat profesi pendidik. Sehingga ada harapan pada akhirnya setelah selesai mengikuti PGP dan menjadi Guru Penggerak, saya juga bisa mendapat sertifikat profesi pendidik tanpa memandang program studi saya yang tidak linier dengan mata pelajaran sebagai syarat untuk memperolehnya.
Sebab menurut saya, linieritas program studi bukanlah satu-satunya indikator seorang guru bisa disebut profesional. Masih ada indikator lain, di antaranya masa kerja, kompetensi pengembangan diri, nilai inovatif dalam pembelajaran, dan peran sebagai agen perubahan di sekolah yang bisa menjadi pertimbangan.
Demikian surat ini saya tulis dengan harapan mendapat respons positif dari Mas Menteri. Akhir kata, semoga pada akhirnya sembilan bulan perjalanan saya mengikuti PGP akan menjadi titik awal yang baik untuk mendapatkan pengakuan sebagai pendidik profesional. Hingga pada akhirnya akan mendapat peluang yang sama dengan Guru Penggerak lainnya menjadi pemimpin pembelajaran berpihak pada murid di sekolah sebagai kepala sekolah. Hal ini mengingat salah satu syarat menjadi kepala sekolah adalah memiliki sertifikat pendidik. Satu hal yang saat ini belum saya miliki. Ada harapan semoga nantinya akan lahir kebijakan baru dari Mas Menteri yang berpihak pada lulusan PGP yang program studinya tidak linier untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh sertifikat pendidik.
Demikian curahan hati saya. Terima kasih untuk segala kebijakan terbaiknya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam hormat,
Sudomo, S.Pt.
Calon Guru Penggerak Angkatan 2 Lombok Barat
0 Komentar