Header Ads Widget

Belajar Terus Seterusnya Pembelajar

Pahlawan Literasi: Belajar dari Pengalaman

“Berkarya bukan perkara usia, tetapi perihal kemauan belajar sepanjang usia”

“Bapak kenapa senyum-senyum sendiri?”

Aku mengangkat kepala. Sejenak kulepaskan kata demi kata yang singgah di pelupuk mata. Rangkaian kata itu kini berubah menjadi berjuta-juta titik yang akhirnya membentuk seraut wajah. Dalam senyuman, wajah itu pun tenggelam di kedalaman mataku.

“He he he … Ini lo, Mas. Ada bukti nyata bahwa apa yang Bapak sampaikan kemarin malam itu tidak salah,” jawabku menyodorkan gawai pada Opin yang sudah duduk di sampingku.

Dengan hati-hati, dia memegang gawai itu. Dengan saksama dia mulai mengeja setiap kata yang tertera.

Cak Inin: Sang Inspirator ‘yang Tua yang Berkarya

“Siapa lagi dia ini, Bapak?” tanya Opin menunjukkan seraut wajah dengan gurat senja di sekitar pelupuk matanya.

Kedua ujung bibirku tertarik ke dua arah berbeda. Aku tidak bergegas menjawabnya. Aku memilih membiarkan ujung jariku menari di layar gawai yang dipegang Opin. Tarian jemari di atas pendar cahaya itu berhenti pada sebuah tautan profil seorang narasumber, Cak Inin.

“Coba buka sendiri tautan ini, Mas,” kataku sambil menyandarkan tubuh di kursi bambu teras belakang rumah.

Lewat lirikan, aku tahu kalau Opin sedang membuka dan membaca tautan itu. Ternyata bukan tautan itu saja yang dia buka, tetapi materi kepenulisan di grup Whatsapp. Sesekali aku melihatnya mengernyitkan dahi. Tak jarang senyuman menghias wajahnya. Namun, tiba-tiba air mukanya terlihat berubah. Kali ini dia terlihat berbeda seperti malam sebelumnya.

Baca juga: Pahlawan Bahasa: Berawal dari Kata

“Maafkan Opin, Bapak,” katanya sambil menjatuhkan tatapan di kedua kelopak mataku.

Aku memegang pundaknya dan berkata, “Maaf untuk apa, Mas?”

Opin memilih diam. Dia pun kemudian menarik napas dalam. “Tadi malam Opin sudah meragukan Bapak,” jawabnya sambil menyerahkan gawai padaku.

Aku paham arah pembicaraannya. Apa lagi kalau bukan perkara usia dalam berkarya. Namun, aku memilih pura-pura tidak mengetahui arah pembicaraannya.

“Maksudnya apa, Mas?”

“He he he … Ternyata benar kata Bapak tadi malam itu. Usia bukanlah halangan untuk berprestasi dan berkarya.”

Aku hanya tersenyum kemudian bertanya, “Mas tahu dari mana?”

Opin terlihat meluruskan kedua kakinya. Sesaat kemudian dia membungkukkan badannya dan meluruskan kedua tangannya di atas kakinya. Tidak lama kemudian dia telah kembali ke posisi semula.

“Dari tautan profil tadi, Bapak. Cak Inin adalah bukti nyata, bahwa meskipun sudah tua tetapi tidak pernah berhenti berkarya. Bukan saja menerbitkan banyak buku dalam waktu singkat di usia 55 tahun, tetapi juga sekarang menjadi penerbit buku. Keren, ya, Bapak?”

Beberapa Karya Luar Biasa

Aku tertawa kecil mendengarnya. Lebih tepatnya menertawakan diriku sendiri. Perbedaan usia yang cukup jauh ternyata produktivitas pun berbeda jauh. Hal ini membuatku merasa malu pada diriku sendiri.

“Seharusnya aku bisa lebih produktif berkarya,” batinku.

“Bapak, kok, diam saja?”

Pertanyaan dari anak tunggalku itu mengempaskan aku dari lamunan. Tentang naskah-naskah yang sengaja aku biarkan mati suri di laptop. Pun perihal kata-kata yang memilih diam di kepala.

“Tidak apa-apa, kok, Mas. Hanya sedang melakukan refleksi diri saja. He he he,” jawabku berusaha menyembunyikan gundah yang terasa membuncah.

Di sampingku, anak lelaki yang perlahan-lahan tertarik dengan dunia kepenulisan itu menganggukkan kepala. Sesaat berlalu hingga akhirnya terdengar suara dengan nada merdu menembus kalbu.

“Opin yakin Bapak juga bisa mengikuti jejak beliau. Opin juga. He he he.”

Sebuah kalimat yang sungguh menenangkan. Butuh kekuatan tersendiri untuk meyakini bahwa kata-kata itu benar-benar lahir dari benaknya. Namun, aku memilih mengesampingkan hal itu. Sebab aku percaya anak sekecil dia pun berhak dan bisa berpikiran maju seperti orang dewasa. Termasuk di dalamnya adalah keinginan menggali hal-hal baru lebih dalam lagi.

“Tetapi Opin masih bingung, Bapak,” katanya sambil menerawang di remang halaman belakang.

Menyadari adanya celah untuk memasuki alam bawah sadarnya, aku pun merangkai tanya, “Bingungnya di mana, Mas?”

Opin menundukkan kepala seolah ada ganjalan berat di otaknya. Aku bisa memahami itu. Lantas apakah aku merasa menyesal telah menjejalinya pengalaman baru di usianya yang masih sangat hijau? Rasanya tidak. Aku justru merasa bersyukur karena dia ada keinginan kuat mempelajari hal-hal baru. Toh selama ini aku tidak pernah memaksakannya. Ini murni lahir dari keinginannya sendiri dengan mengikuti jejakku bergelut di dunia literasi. Sebuah keinginan yang akhirnya membuatnya berangan-angan lebih dari yang kubayangkan.

“Ngg … Bagaimana, ya, caranya supaya bisa menulis dan menerbitkan buku?”

Sebuah pertanyaan yang akhirnya membuatnya tenggelam semakin dalam di kedalaman lautan kata. Lautan kata yang akhirnya harus aku jelaskan ulang agar mudah dipahami olehnya.

“Coba Mas baca baik-baik tips dari Cak Inin ini,” kataku sambil menunjukkan sebagian materi di grup Whatsapp.

Tips Menulis dan Menerbitkan Buku dari Cak Inin

Sepasang matanya menari di antara baris demi baris. Sesekali dia mengernyitkan dahi. Setelah selesai membaca cepat, aku memintanya untuk membaca tepat. Dalam tahap ini, Opin membaca dengan sedikit lebih pelan dari sebelumnya. Setiap selesai satu bagian, aku pun menambahkan penjelasan.

“Kalau yang pertama ini maksudnya begini, Mas. Niat kuat, maksudnya tanamkan niat untuk menulis. Mas pasti tahu, kan, ada niat melakukan sesuatu saja kadang tidak jadi dilakukan. Apalagi tidak ada niat.”

Opin menganggukkan kepala. Sementara aku membiarkan otaknya menjalankan fungsinya dengan merekam setiap kata.

“Kemudian ada nekat. Artinya kadang melakukan sesuatu hal baru itu kita harus nekat melakukannya meskipun dengan segala keterbatasan.”

“Artinya harus tetap kita lakukan meskipun awalnya sulit ya, kan, Pak?”

Aku mengacungkan jempol ke arahnya yang disambut dengan senyuman lebar. Perbincangan hangat terus berlanjut. Termasuk berbincang tentang pemahaman mencari mentor, ATM (Amati, Tiru, dan Manut) serta perihal istikamah dalam melakukan aktivitas menulis.

Sebuah usaha menulis dan menerbitkan buku

Pada akhirnya pemahaman oleh Opin tentang poin demi poin yang disampaikan Cak Inin pun menjadi penutup malam yang kian redup.

- mo –

Mataram, 8 Oktober 2020

Posting Komentar

0 Komentar