🧒: “Bapak main ayok!”
👨: “Main apa, Mas?”
🧒: “Main lejo.”
👨: “Lejo bilangnya. Lego orang bilang.”
🧒: “Hee… Iya, Bapak. Lejo.”
👨: “Hee… Iya, dah ayok! Mau bikin apa, Mas?”
🧒: “Bikin tembak, Bapak.”
👨: “Boleh. Tapi Bapak bikin huruf dulu, boleh?”
🧒: “Boleh.”
👨: “Nah udah jadi. Huruf apa ini cobak?”
🧒: “Ngg … Huruf Opin itu, Bapak.”
👨: “Huruf apa namanya?”
🧒: “Z! (Z)opi(n).”
👨: “Kalau hurufnya Bapak apa, Mas?”
🧒: “S, Bapak. Sudomo.”
👨: “Ha ha ha. Betul. Ayok kita mulai bikin tembaknya.”
Semenyenangkan itu sebenarnya, Ayah Hebat.
Tergantung bagaimana kita mengelola kebersamaan bersama anak. Intinya pintar-pintarnya kita memposisikan diri sebagai teman bagi anak kita.
Sulit?
Iya awalnya. Tapi lama kelamaan akan biasa kok, Ayah Hebat. Saat bersama mereka kita justru bisa bertamasya ke masa lalu, masa kecil kita yang mungkin dulu tidak punya apa-apa. Sekadar mainan pun mungkin tidak ada.
Kalau kita sudah bisa memposisikan sebagai teman saat bermain, kita akan mudah memasukkan ‘doktrin’ atau pengetahuan-pengetahuan baru. Kita juga akan mudah mengajar anak tanpa terkesan menggurui. Mereka tanpa sadar akan terbawa dan terbiasa dengan gaya mengajar kita.
Berkat kedekatan itu juga, akhirnya Opin akhirnya terbiasa membikin atau menebak berbagai huruf dari brick lego.
Belum semua abjad memang, tetapi setidaknya kita telah berusaha mengenalkan abjad kepada anak usia 3 tahun 8 bulan dengan cara yang lebih menyenangkan.
Selamat mencoba, Ayah Hebat!
Baca Juga: Ayah Juga (Harus) Bisa (1)
0 Komentar